buku tamu

السنتري

بشاهد حاله هو من يعتصم بحبل الله المتين ويتبع سنة الرسول الامين صلى الله عليه وسلم ولا يميل يمنة ولا يسرة في كل وقت وحين هذا معناه بالسيرة والحقيقة لا يبدل ولا يغير قديما وحديثا. والله اعلم بنفس الامر وحقيقة الحال.قاله المغفور له حضرة الشيخ حسني بن نووي SANTRI. Berdasarkan peninjauan tindak langkahnya, adalah orang yang berpegang teguh pada Alqur’an dan mengikuti sunnah Rasul SAW dan teguh pendirian. Ini adalah arti dengan bersandar sejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan dirubah selama-lamanya. Allah yang maha mengetahui atas kebenaran sesuatu dan kenyataannya. oleh: almaghfur lah kiai Hasani Nawawi

Selasa, 31 Januari 2012

namaku Isna

Namaku Isna, aku hidup ditengah keluarga yang sederhana, ayahku seorang karyawan bengkel mobil dan ibuku membantu temannya yang berprofesi sebagai tukang cuci, aku sangat bersyukur karena dari ayah-ibuku aku dikaruniai seorang adik yang cantik, namanya Wati, dia sangat imut, umurnya masih satu tahun, aku sangat menyayanginya. Ayahku menyekolahkanku di Madrasah Diniyah, beliau sering berpesan padaku agar tekun belajar ilmu agama supaya kelak bisa mendoakannya, aku maklum meskipun tidak pernah melihatnya melaksanakan shalat, karena memang dia jarang dirumah, dan tiap kali pulang kerumah dia hanya membawa kemarahan pada ibu yang puncaknya diakhiri dengan pertengkaran, aku cuma bisa menangis dalam hati sambil menggendong Wati yang rewelnya minta ampun, tapi ayahku sangat baik padaku, dia selalu memberikan apa yang aku minta, mulai dari keperluan sekolah sampai baju baru, oh iya, umurku waktu itu 14 tahun.
Petaka itu dimulai sejak ayahku meninggal karena dikeroyok ditempat sepi disekitar bengkelnya bekerja, aku tidak tahu kesalahan ayahku, tapi aku sangat benci pada 4 orang yang mengeroyok ayahku itu, aku puas setelah mendengar mereka ditangkap polisi dan dijebloskan kedalam penjara. Sejak ayahku meninggal, ibuku yang dulu biasanya kerja nyuci berangkat pagi dan pulang sore, sekarang malah pergi sore dan pulang pagi, biasanya saat berangkat dia berdandan cantik sekali dan memakai parfum yang wangi, dan ketika pulang keadaannya sudah tidak sama lagi, rambutnya kusut, wajahnya kumal dan aromanya aneh, tiap kali ada dirumah dia sering kali memarahiku, ada-ada saja masalahnya, tidak becuslah, bikin bisinglah, sampai-sampai aku membaca al-Quranpun dimarahinya, sejak itu, akulah yang merawat Wati.
Tiap pagi aku yang masak sarapan saat ibu masih tidur, aku berangkat sekolah dan meninggalkan sarapan diatas meja, ibu akan memakannya agak siangan, hari ini, aku sangat sedih, karena ibuku menyuruhku berhenti sekolah sebab katanya aku tidak becus, dia bilang gara-gara sekolah aku sering menelantarkan Wati sampai dia sering menangis menjerit-jerit, padahal dialah ibunya yang seharusnya selalu ada disamping Wati tiap waktu, tapi tiap malam dia tidak pernah ada dirumah, dia mengancam kalau aku mau terus sekolah maka aku harus bayar sendiri SPPku, karena dia tidak akan membayarkannya, Aku menangis sejadi-jadinya, tapi ibu tetap saja tidak mengerti, aku memintanya untuk membiayaiku setahun lagi saja sampai aku lulus dari MTS Diniyah, tapi dia tetap memaksaku agar mulai besok pagi tidak lagi berangkat sekolah. Setelah dia puas memarahi dan menghardikku, dia mulai berdandan dan berangkat kerja, aku melaksanakan shalat maghrib sambil sesenggukan, Watipun ikut menangis menambah kacau suasana hatiku.
Hari selanjutnya, aku sudah tidak sekolah lagi karena ibu menyuruhku belanja dipasar untuk membeli sayur dan ikan sejak pagi-pagi sekali, dan ketika aku pulang dari pasar, aku sangat kaget sekali menemukan ibuku merokok, aku hanya bisa menangis karena takut dimarahi, akhirnya untuk menghilangkan suntuk dan penat setelah memasak aku membawa Wati jalan-jalan ketaman, sore-sore aku pulang dan ternyata ibu tidak berangkat kerja, jam sembilan malam ada orang mengetok pintu, aku membukanya, seorang lelaki setengah baya masuk tanpa permisi, matanya melebar saat melihatku dengan tatapan yang jahat, sungguh aku ingin menangis dan malu untuk menceritakan hal ini, lelaki itu mengelus-elus rambutku dan meraba dadaku, lalu aku lari kedalam kamar, sejurus setelah itu, aku mendengar ibu bercakap dengannya dan akhirnya keduanya masuk kedalam kamar ibu, aku sudah dewasa, aku tahu apa yang mereka lakukan didalam, tapi aku hanya bisa menangis bersama Wati yang lugu disampingku.
Beberapa bulan kemudian, aku sudah agak terbiasa dengan tingkah laku ibu, dia merokok, sering membawa lelaki yang berbeda-beda kedalam rumah, aku mulai mengerti profesi ibu saat ini, beberapa minggu yang lalu aku stres sekali karena ibu memaksaku untuk berhenti shalat dan membaca al-Quran, dia marah sekali bila mendengarku membaca al-Quran, kitab suci itu diambilnya dan ditaruh didalam lemari dan dikuncinya, saat aku shalat, dia menjambakku dari belakang dan menendangku, kerudung yang dulu selalu aku pakai untuk sekolah dia jadikan serbet didapur. Hari ini, adalah hari yang membawa malapetaka terbesar dalam kehidupanku, ibuku menjualku kepada salah seorang pelanggannya, sungguh aku ingin bunuh diri saja, namun apalah daya, dalam usia 15 tahun aku sudah tidak perawan, dan tiap malam aku selalu dipaksa ibu untuk melayani lelaki-lelaki hidung belang yang berbeda-beda, tak jarang tiap malam aku harus melayani 3 orang secara bergantian, dan lagi-lagi hanya air mata yang mampu mengerti penderitaanku.
Kini wati sudah berumur 5 tahun, dia makin cantik dan imut, aku sudah memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan nista ini sejak ibuku meninggal beberapa hari yang lalu dirumah tante Lusi, dia meninggal dalam keadaan mulut berbusa-busa akibat overdosis, sejak setelah ibu dimakamkan, aku sudah tidak mau lagi mendatangi tempat maksiat itu dan juga tidak menerima tamu lelaki-lelaki hidung belang dirumahku, aku kira bencana ini sudah berlalu, tapi ternyata sangkaanku salah, tadi malam, ada empat orang suruhan tante Ceri yang dulunya menjadi mucikariku, mendobrak pintu dan masuk tanpa ijin kedalam rumahku, mereka mengikatku dengan mulut terbekap dan mengambil semua perhiasan peninggalan ibu, lalu mereka membawaku kedalam sebuah mobil, sesampai digedung maksiat itu, aku disiksa, dipukuli dan ditendang karena menolak untuk dikirim ke Jakarta, dan besok mereka akan memberangkatkanku secara paksa.
***
Tangannya gemetar dan air matanya mengalir tiada henti, Yati memeluknya dengan erat terhanyut bersama tangisnya, betapa pahit kehidupan ini, betapa besar cobaan hidup yang harus dilaluinya tanpa orang-orang yang dia sayangi, sekarang hanya tersisa seorang mbak Yati yang dia punya.
“Sayang, tabahlah, kamu masih punya mbak”, Yati mencoba menghiburnya.
“kapan mbak Isna memberikan buku catatan ini pada mbak?” tanyanya sendu.
“bukan, Isna tidak memberikannya padaku, tapi akulah yang mengambilnya dari tasnya, waktu itu, setelah mereka berangkat dengan mobil BMW membawanya, aku menemukan tasnya dibangku tempat biasanya dia duduk, lalu aku mengambilnya dan didalamnya ada buku kecil ini, sejak saat itu, mbak berhenti menjadi wanita jalang, dan mbak terpanggil untuk merawatmu, nah Wati, sekarang kamu tidak usah bersedih lagi, mbak akan selalu ada disampingmu”, Yati menatapnya sepenuh hati.
“terimakasih mbak”, katanya lirih sembari memeluk Yati dengan erat.